Tuhan dan Matematika: Rene Descartes Part 7

 Oleh: Herlianto. A

Renes Descartes (Sumber: Pexels)

Mazhabkepanjen.com - Salah satu upaya Desacartes dalam buku Meditasi selain mencapai kepastian Tuhan juga menimbang karakter kepastiannya itu seperti apa. Artinya, seberapa pasti kepastian Tuhan itu? Saat dia menyadari bahwa secara material pengetahuan memiliki sumber eksternal dan secara formal dari rasio (internal), maka bagaimana dengan pengetahuan tentang eksistensi Tuhan?

Dalam perenungannya di meditasi ke lima, Descartes mendapati kuantifikasi (pengetahuan matematis) hadir secara terpilah dalam pemahamannya sekalipun tanpa diawali hal-hal eksternal. Pengetahuan matematis bukan hasil abstraksi atas hal-hal eksternal. 

Artinya, matematika dapat memberikan kepastian sekalipun tidak menghadirkan hal-hal di luar manusia itu sendiri. Jadi untuk menggerakkan operasi matematika, manusia tidak perlu benda-benda riil sebagai medianya. Untuk tahu satu juta ditambah satu juta sama dengan dua juta, manusia tidak perlu mengumpulkan kelereng sebanyak itu dan lalu menghitungnya. Cukup dengan operasi nalar saja.

Menurutnya, matematika merupakan salah satu ide yang jelas dan pasti sekalipun dirinya tidak menciptakan pengetahuan tersebut. Pengetahuan segitiga yang begitu nyata hadir secara terang dalam benaknya dengan berbagai sifatnya, misalnya jumlah sudutnya tiga atau sisi terpanjang pasti akan berhadapan dengan sudut paling besar. 

Pengetahuan matematika ini tidak bisa ditolak, sekalipun, katakanlah, dia berupaya untuk tidak menginginkannya. Pengetahuan ini pasti benar apapun yang terjadi. Sekalian ada orang yang bisa mengubah tongkat menjadi ular, maka dua tambah dua tetap sama dengan empat.

Karena kepastiannya tersebut, Descartes menolak mengatakan bahwa pengetahuan tersebut berasal dari hal-hal eksternal. Berasal dari yang eksternal maksudnya suatu ketika manusia pernah tidak punya pengetahuan segi tiga, lalu melihat gambar segi tiga di papan tulis maka dia punya pengetahuan pasti tersebut. 

Baca Juga:

Menurut Descartes pengetahuan matematika tidak demikian adanya, melainkan sudah ada sejak dari sononya dan jelas bagi manusia bahkan sekalipun manusia tidak menjelaskan tentang hakikat pengetahuan matematika. 

Hakikat pikiran manusa tentang segi tiga akan tetap sama walaupun tidak melihat gambar segi tiga. Descartes lalu menyimpulkan dari sekian persinggungannya dengan objek-objek pengetahuan, yaitu bahwa pengetahuan matematika adalah yang paling umum, murni, dan paling pasti.

Jika demikian, bagaimana dengan pengetahuan Tuhan? Apakah ide Tuhan pada diri manusia seperti pengetahuan matematika ini? Menurut Desacartes, pengetahuan akan Tuhan juga sama pastinya bagi pikirannya sebagaimana pasti dan jelasnya matematika. 

Ide tentang Tuhan begitu jelas dan terpilah bagi hakikat pikiran manusia. Hanya saja yang sering membuat manusia merasa kusut akan ide Tuhan ialah nalarnya memiliki kebiasaan memisahkan antara esensi dan eksistensi Tuhan. Sehingga kadang manusia membahas Tuhan tanpa mengada.

Padahal, hal ini tidak mungkin dan kontradiktif. Membahas Tuhan tanpa mengada sama dengan memisahkan segi tiga dari tiga sudutnya atau memisahkan gunung dari lembah. Jadi pengetahuan akan Tuhan adalah juga pasti menegaskan eksistensi Tuhan. 

Penegasan eksistensi Tuhan juga bukan konsekuensi logis dari pikiran sehingga seakan keharusan pikiran, tidak begitu. Bukan pikiran yang melahirkan keharusan eksistensi Tuhan, tetapi eksistensi Tuhan itu sendirilah yang mendorong pikiran memikirkannya. Dengan demikian secara rasional, mustahil dapat memikirkan Tuhan tanpa eksistensinya.[1] 

Sementara identifikasi pikiran pada eksistensi Tuhan juga tidak akan pernah keliru. Persis seperti pikiran yang selamanya tidak akan mengatakan segi empat sebagai lingkaran atau sebaliknya. Hakikat pikiran adalah akan terus memikirkan hingga pada ADA yang maha tinggi. 

Ide-ide pasti itulah yang menurut Descartes disebut bawaan (inborn). Namun yang paling utama tetaplah ide tentang Tuhan. Ada tiga alasan yang dikemukakan oleh Descartes untuk menyebut ide tentang Tuhan sebagai bawaan dan bukan temuan.

Pertama, tidak ada satu pengetahuan apapun yang dimiliki manusia yang terlepas dari esensi dan eksistensi Tuhan. Kedua, kemustahilan ada dua Tuhan. Ketiga, ada sifat-sifat Tuhan yang tak bisa dihapuskan dari persepsi manusia. 

Namun, sekali lagi Descartes menyatakan kejelasan pengetahuan ini terganggu oleh asupan-asupan indera yang kadang menggerus kepastiannya. Tetapi jika dipikirkan secara ketat, maka kepastian pengetahuan akan Tuhan tidak bisa ditutupi lagi. Descartes menulis begini:


Dengan demikian terus terang aku melihat bahwa kepastian dan kebenaran setiap ilmu bergantung secara ekslusif terhadap pengetahuan akan Tuhan, sehingga Tuhan lebih dulu dari proses kesadaranku pada ilmu, tanpaNya aku tidak mampu meraih pengetahuan yang sempurna tentang apapun. Sekarang mungkin buatku untuk meraih pengetahuan yang penuh, pasti, dan tak terhitung, baik tentang Tuhan pun tentang persoalan intelektual lainnya, termasuk tentang semua hakikat jisim (corporeal) yang menjadi objek ilmu matematika murni.[2]

Melalui hasil refleksi Descartes ini, kita menyadari bahwa betapa ilmu pasti atau matematika dekat dengan ketuhanan. Itulah mungkin sebabnya beberapa ilmuan setelah mempelajari ilmu pasti justru menemukan Tuhan.


[1] Rene Descartes. Meditation. Paragraf 92

[2] Rene Desacartes. Meditation. Paragraf 98

"
"