Oleh. Herlianto. A
Hassan Hanafi, pemikir Islam kontemporer. (Foto:Istimewa) |
Mazhabkepanjen.com.
“Kiri Islam” adalah satu istilah yang sering kali diacukan pada Hassan Hanafi,
pemikir masyhur asal Mesir. Hanafi adalah pemikir Islam kontemporer yang
memiliki sumbangsih besar dalam diskursus filsafat Islam kontemporer.
Dia menjadi salah
satu pembaharu penting dalam pemikiran Islam. Menulis banyak buku yang mencoba
menginterpretasi khazanah Islam dengan metode-metode ilmiah Barat, yang dia dapatkan
di Prancis selama masa studi Master dan Doktoralnya.
Saya sempat
meresensi dua buku Hanafi, yaitu Islamologi2: Dari Rasionalisme ke Empirisme.
Kemudian yang kedua Oksidentalisme: Sikap KitaTerhadap Tradisi Barat. Selain itu beberapa bukunya juga penah saya baca meskipun belum sempat
meresensinya, yaitu Dari Aqidah ke
Revolusi. Satu buku membongkar cara pandang kita terhadap Akidah. Orang
yang berakidah mestilah gelisah melihat persoalan ketimpangan sosial.
Studi Filsafat I dan Studi
Filsafat II, dua buku pengantar untuk belajar filsafat Islam dalam sudut
pandang turats. Kemudian, Islamologi 1 Dari Teologi Statis ke Anarkis
dan Islamologi 3 Dari Teosentrisme ke
Antroposentrisme. Serial Islamologi ini memberi wawasan bagaimana secara
metodis membaca (nilai-nilai) Islam untuk diturunkan semakin membumi. Tentu
saja masih banyak karya-karya Hanafi yang belum saya baca.
Tetapi setidaknya,
saya melihat dua hal dari beberapa buku Hanafi ini, yaitu proyek Tradisi dan
Modernitas (at Turats wa Tajdid) dan
Kiri Islam (al- Yasar al Islam). Yang
pertama, berhubungan dengan kebekuan pemikiran Islam dalam konteks ilmiah.
Singkatnya, tertinggal secara ilmiah. Tetapi memiliki tambang tradisi yang
begitu kaya. Maka, tradisi ini harus digali dengan metode-metode modern yang
lebih kontekstual. Dengan kata lain, secara metode Hanafi mengajak kita untuk
mempelajari sejarah ilmu pengetahuan Barat untuk digunakan menggali kekayaan
tradisi (turats) sendiri.
Kemudian yang kedua,
bahwa dalam penggalian ini yang tidak boleh dilupakan adalah semangat
kemanusiaan atau emansipasi yang membebaskan. Artinya, ilmu-ilmu yang lahir
dari penggalian atas turats haruslah
tidak hanya bernilai keilahian tetapi juga kemanusiaan. Bahkan, semangat
keilahian mestilah menjadi senjata perlawanan atas penindasan. Dalam hal ini,
Hanafi terinsipirasi Marxisme dan gerakan kiri lainnya. Karena itu, dia sering
kali disebut juga pembawa spirit teologi pembebasan dalam Islam.
Inilah dua warisan penting Hasan Hanafi yang mesti kita pelajari dan kuasai. Walaupun tentu saja, interpretasi dan kontekstualisasi harus terus dilakukan agar tetap selaras dengan zaman. Karena apapun alasannya, Hanafi adalah anak zamannya di mana dia dibesarkan.
Pada Jumat
(22/10/2021) Hasan Hanafi telah berpulang di usia 86 tahun. Yang tentu saja
menjadi duka bagi para pegiat pemikiran Islam kontemporer. Tetapi siapa yang
bisa mencegah kematian!
Hanafi lahir di Kairo
1935. Dia lulus dari Fakultas Seni Jurusan Filsafat
Universitas Kairo pada 1956, kemudian melakukan perjalanan ke Prancis, di mana
dia memperoleh gelar master dan doktor negara dari Universitas Sorbonne pada
1966. Di Indonesia namanya telah populer sejak tahun 1990an.
Selamat jalan, sang
cendekiawan Islam Kontemporer.
0 Comments