Realistik dan Mistik

Oleh: Herlianto A

Sumber: dream.co.id

Realistik dipahami sebagai kenyataan sebagaimana adanya (riil) dan mistik sebagai sesuatu yang melampaui (beyond) kenyataan atau kadang disinonimkan dengan yang gaib. Dari dua istilah ini ada pertanyaan relasional yang bisa diajukan: apakah realistik dan mistik berjalan searah secara beriringan atau berjalan secara diametral saling menjauhi satu sama lain?

Pertanyaan pertama berarti semakin (seseorang) realistik maka semakin mistik, suatu yang saling mengadakan. Sementara pertanyaan yang kedua berarti semakin (seseorang) realistik semakin menjauhi mistik, atau sebaliknya semakin mistik maka semakin tidak realistik. Ini suatu relasi yang saling meniadakan. Nah, dalam kehidupan kita hipotesa mana yang paling mendekati?

Tentu saja bacaan (pengalaman) setiap orang “mungkin” berbeda, berbagai pengalaman bisa kita jumpai pada kedua hipotesa tersebut. Untuk itu, silahkan rumuskan masing-masing pengalaman Anda, jika berkenan. Namun, kali ini izinkan saya mengulas hipotesa pertama, bahwa realistik beriringan dengan mistik. Kehidupan mistik tidak hanya dialami oleh masyarakat primitif, tetapi juga di era teknologi dan kemajuan sains ini. Oke, baiklah!  

Dalam The Sociology of Religion Max Weber mengabarkan hasil risetnya bahwa sejak mula dari zaman primitif manusia memiliki kecenderungan mistik yang diwujudkan dalam rupa agama, dan praktik mitologis. Temuan ini dia dapat dari investigasinya atas sejarah agama-agama timur, seperti Toisme, Hindu, dan  Budha (kecuali Islam belum sempat diriset). Jadi Secara historis manusia bersandar pada mistik terutama ketika berhadapan dengan hal-hal yang berada di luar kemampuan nalarnya.

Lalu, antropolog Prancis, Claude Levi Strauss, juga menemukan hal menarik soal mistik dalam komunitas masyarat. Dalam risetnya di masyarakat suku Indian, penduduk asli Amerika, dia menemukan bahwa penduduk yang relatif terbebas dari modernitas itu menjalani hari-harinya dengan tidak membuang yang mistik. Mistik diwujudkan dalam mitos-mitos sebagai sarana membaca yang tak terjangkau oleh nalar.  

Realitas antropologis ini ditulis oleh Strauss dalam buku pentingnya berjudul Mitologiques (Logika Mitos). Dilihat dari judulnya, buku ini menyatakan bahwa mitos itu memiliki logikanya sendiri yang tidak bisa disamakan dengan logika dalam filsafat. Salah satu logika mitos yang dinyatakan adalah “transformasi” yaitu keberulangan suatu peristiwa dengan struktur yang sama meskipun aktor, tempat, waktu, dan segala atribut peristiwa tersebut berbeda.

Seturut dengan Strauss, Emile Durkheim, sosiolog Prancis, dalam The Elementary Forms of The Religius Life menceritakan mistik masyarakat Aborigin, suku asli Australia. Bahwa mereka menyalurkan mistiknya pada apa yang disebut “totem”, yaitu sebuah lambang yang bias berupa hewan-hewan tertentu yang kemudian mengikat kelompok mereka dalam satu keyakinan mistik.

Jadi secara historis, antropologis dan sosiologis kehidupan dasar manusia yang sederhana mistik menjadi satu jalan memahami kehidupan. Atau boleh dibilang mistik dominan. Tetapi kemudian, kehidupan modern mencoba mengeliminasi yang mistik. Sains dan teknologi mengilmiahkan sakralitas mistik. Bahkan melahirkan “totem” baru yaitu anti mistik

Karena itu tepat saat Weber bilang bahwa salah satu prestasi baru masyarakat modern adalah ketika mereka mampu melahirkan atheisme yang cenderung anti mistik. Namun begitu, apakah mistik benar-benar hilang bersama majunya peradaban sains?

Rasanya tidak juga, misalnya apa yang dikemukakan Albert Einstein sebagai saintis terkemuka. Setelah melakukan riset fisika, dia bilang “Tuhan tidak bermain dadu”. Ungkapan ini memastikan bahwa tidak ada yang kebetulan di alam semesta ini. Harmoni alam (hukum alam) terjadi karena ada yang mengatur. Ungkapan ini adalah mistik dan “tidak biasa” di kalangan saintis yang berupaya melakukan pembuktian-pembuktian riil atas setiap kecurigaannya. Sejauh ini para saintis menggeser soal mistik (ketuhanan) pada kelompok pseudo sains (sains semu).

Lantas apa yang kurang dari pengetahuan sains Einstein sehingga dia perlu menyebut “Tuhan” dalam kaitannya dengan temuan fisika. Tidak ada yang kurang saya kira, tetapi yang mistik itu memang selalu hadir pada batas-batas tertentu di mana sains berhenti (sementara).

Jika secara historis mistik menjadi inspirasi yang realistik, maka kali ini mistik menjadi pemberhentian sementara yang realistik. Disebut pemberhentian sementara karena pencarian realistik akan terus dilanjutkan, dan kemungkinan akan berhenti di pos mistik selanjutnya, dan begitu seterusnya.

Hal menarik lainnya, Fritjof Capra, fisikawan asal Amerika, mengupayakan keselarasan antara fisika (yang realistik) dan mistik kebudayaan timur. Dalam The Tao of Physics, Capra berupaya merumuskan keselarasan antara fisika kuantum dengan ajaran Taoisme, bahwa yang realistik dan mistik bertemu dalam hal kesatuan segala sesuatu dan kedinamisan alam semesta.

Pernyataan Capra ini rasanya tidak berlebihan jika membaca fenomena Muhammad Abdus Salam, seorang fisikawan teoritis asal Pakistan yang dihadiahi nobel pada 1979. Dia, bersama Sheldon Glashow dan Steven Weinberg, berhasil memadukan elektromagnetik dengan daya nuklir lemah yang dikenal dengan elektroweak. Unifikasi Salam ini disebutkan dapat menjelaskan massa pada materi, bahwa eletroweak dapat memberi massa pada materi karena itu disebut juga partikel Tuhan.

Menariknya, inspirasi invensi Salam bernuansa ilham (mistik), memang dia seorang muslim Ahmadiyah yang saleh. Dalam sambutannya pada perjamuan penerimaan nobel dia mengutip ayat Alquran (QS. Al-Mulk (67):3-4). Suatu ayat yang mendorong riset alam.

Konon selama Salam bergulat di laboratoriumnya selalu ditemani lantunan ayat suci. Cara berangkat Salam ini berbeda dengan Glashow dan Weinberg yang murni berawal dari kajian fisika, tetapi toh hasilnya sama dengan yang ditemukan Salam.

Begitulah kira-kira yang mistik berbarengan dengan yang realistik. Dalam harmoni ini, mistik bisa menjadi awal kelahiran yang realistik, dan dalam perjalanannya mistik bisa menjadi tempat berhenti sementara yang realistik untuk kemudian terus melanjutkan perjalanan menuju penemuan-penemuan baru.  

"
"