Di Mata Para Ustaz, “Presiden Prabowo” Benar-Benar Mimpi

Oleh: Herlianto A
Sumber: kumparan.com

Menjelang pencoblosan Pilres 2019 lalu, satu peristiwa yang cukup menyita perhatian adalah dukungan para ustaz yang dikomandani Ustaz Abdus Somad (UAS) dan Ustaz Adi Hidayat (UAH). Dua ustaz ini mewakili komunitasnya termasuk para alumni “monaslimin” memberikan penguatan pada Prabowo Subianto di injury time menuju bilik suara.

Baik UAS pun UAH sempat memegang dada mantan Danjen kopassus itu. Secara khusus UAS memberi hadiah berupa tasbih, sementara UAH menyatakan sempat bermimpi mantan suami Titiek Soeharto itu menjadi pemimpin. Tak tanggung mimpi itu sebanyak lima kali, dua kali lebih banyak dari mimpi Nabi Ibrahim saat diminta mengorbankan Nabi Ismail kecil.

Belum berhenti di situ, jaminan VVIP lainnya masih dijanjikan UAH. Dia mengumumkan akan menuntun Praobowo di taman “kapling surga miliknya” kelak. Dukungan yang boleh dibilang militan dan penuh loyalitas saudaranya totalitas. Alhasil, pemilu menjadi kian menegangkan, akar rumput makin terbakar. Untungnya pemilu masih bisa dilangsungkan, sekalipun tentu saja banyak kekurangan dan kelemahan yang harus dikoreksi.


Kini usai sudah yang disebut-sebut “pesta rakya” itu. Hasilnya memenangkan pasangan Jokowi-Ma’ruf atas Prabowo-Sandi dengan komposisi 55,50 persen versus 44,50 persen. Kubu Prabowo sempat mengajukan gugatan ke MK (Mahkamah Konstitusi). Sayangnya, semua gugatannya ditolak. Dengan besar jiwa, mereka menerima putusan MK. Sehari kemudian koalisi adil makmur, para pendukung Prabowo, resmi dibubarkan dan masing-masing partai dipersilahkan mengambil inisiatif sendiri.

Sejak itu, resmi dan terang bagi para ustaz bahwa “Presiden Prabowo” benar-benar menjadi mimpi buat mereka. Kendati demikian, semoga kapling surga yang dijanjikan UAH tidak batal diberikan pada lelaki penunggang kuda itu.

Lalu, mengapa mimpi itu tidak terealisasi? Apakah mimpi selamanya mimpi yang tak bisa dipercaya? Mimpi yang tidak bisa dipercaya atau orangnya? Sederet pertanyaan mengemuka. Mimpi di kalangan kita sehari-hari mimpi cenderung berkonotasi negatif. Negatif karena mimpi diyakini sebagai sesuatu yang tak mungkin terealisasi. Sayarat-syarat kemungkinannya sudah dianggap tertutup. Misalnya, saya bilang mau menjadi menteri riset dan teknologi (menristek). Pembaca semua akan menilai ini sebuah mimpi karena syarat-syarat yang ada (conditio sine qua non) tidak memungkinkan, maknanya negatif.

Atau mimpi adalah sesuatu yang bertentangan dengan realitas saat ini. Misalnya, menyatakan Prabowo presiden Indonesia. Ini disebut mimpi, karena nyatanya dia baru saja kalah pemilihan.

Tetapi mimpi bisa jadi positif apabila dikaitkan dengan kemungkinan di masa depan dan usaha yang keras serta jika ditakdirkan Tuhan. Mungkin saja saya menjadi menristek di waktu akan datang, dan mungkin saja di periode berikutnya Prabowo jadi presiden. Jika disertai usaha keras dan takdir Allah. Jadi mimpi dapat berkonotasi positif sejauh kita tidak menutup ruang kemungkinan.  

Dalam kajian “mistik Islam” mimpi merupakan satu lokus yang epistemik. Artinya memiliki muatan pengetahuan yang mode dan bentuknya berbeda dengan perangkat epistemologi lainnya:  indera dan rasio. Hal ini dapat dipahami melalui beberapa kisah kenabian. Yang sangat saya kenal misalnya, kisah mimpi Ibrahim akan pengorbanan Ismail. Kemudian mimpi Nabi Yusuf tentang bintang dan bulan yang bersujud padanya, lalu ditafsiri oleh Nabi Ya’kub bahwa Yusuf akan menjadi pemimpin besar. Mimpi-mimpi ini menjadi nyata.

Tentu saja masih banyak mimpi-mimpi orang suci lain yang menjadi nyata. Mereka punya kemampuan menafsirkan mimpi sebagai tanda (sign) bagi pengetahuan. Bahkan, mungkin kita yang berlumur dosa ini juga pernah bermimpi. Kita menafsirkannya secara kreatif dengan bantuan buku takbir mimpi, macam kitab “Mujarrobat”. Menurut penilaian kita, ada mimpi yang tidak menjadi nyata ada juga sebagian yang terealisasi, walaupun ternyata mimpi itu mimpi basah.
   
Berbeda dengan kajian Islam, kajian modern tentang mimpi terutama psikologi melihat peristiwa tersebut secara lain. Sigmund Frued dalam “The Interpretation of Dream” menyatakan bahwa mimpi tidak berhubungan dengan hal mistik dan ilham atau hal-hal untuk meramalkan masa depan.

Mimpi murni berhubungan dengan alam bawah sadar. Bahwa ada keinginan akan sesuatu di alam bawah sadar yang berlebihan tetapi keinginan itu tidak dapat diwujudkan karena berbagai alasan. Maka keinginan-keinginan yang menguat itu kemudian menumpuk dan menguap menjadi mimpi. Inilah yang disebut Frued bahwa mimpi adalah jalan bebas hambatan menuju alam bawah sadar.

Artinya mimpi merupakan manifestasi dari “sedimen” keinginan dan hasrat yang menebal di alam bawah sadar. Mimpi menjadi semacam karya lukis dan tulis bagi si pemimpi. Karya-karya ini seperti bahasa yang dapat dibaca untuk mengetahui maksud atau keadaan mental dari si pemimpi. Karena itu, orang-orang sakit jiwa biasanya proses penyembuhannya dengan membaca mimpinya oleh psikolog.

Baca Juga:



Membaca analisa demikian, patut diduga mimpi para ustaz di atas merupakan manifestasi dari alam bawah sadarnya tentang keinginan hasratnya yang menggebu untuk menjadikan Prabowo sebagai presiden Indonesia. Terlebih lagi, mantan menantu gigantis Suharto itu sudah lama digadang-gadang di kalangan ustaz dan “ulama”. Sempat menjalani ijtima’ ulama beberapa jilid.

Jadi sepertinya Prabowo memang sosok yang sangat diinginkan. Tetapi rupanya tidak bisa serta merta dijadikan Presiden seenaknya, harus melalui proses pemilu. Lawannya tidak kalah tangguhnya, sang petahana dan sosok kiai kharismatik. Nah, tak berlebihan kiranya meminjam analisa Frued, mimpi para ustaz tersebut hanyalah perwujudan keinginannya dari alam bawah sadarnya. Mimpi yang demikian ini meskipun dialami berkali-kali tetap disebut halusinasi, ilusi, atau bunga tidur.

Lalu mengapa ustaz tersebut begitu yakin dan menyatakannya ke publik? Tentu saja “belio-belio” terinspirasi oleh mimpi para nabi dan orang-orang suci yang menjadi nyata. Ada dugaan mimpi tentang Prabowo juga sama dengan yang dialami oleh para kekasih Allah itu. Walaupun saya juga tidak tahu apakah para ustaz itu sudah termasuk orang suci atau tidak. Tetapi mereka adalah para pendakwah Islam terutama di medsos.

Baiknya, menurut saya, dan ini pelajaran yang kita petik, meskipun dalam Islam meyakini mimpi sebagai salah satu tanda akan pengetahuan jangan terlalu terburu-butu menjustifikasi suatu mimpi. Karena Islam juga tak menutup kemungkinan adanya mimpi yang datang dari setan. Dan itu berbahaya dan menyesatkan. Mungkin mimpi dari setan inilah yang disebut halusinasi dan bunga tidur dalam kajian psikologi modern.

Akhirnya, apapun kajiannya, dan bagaimanapun menafsirkan mimpi UAH tentang Prabowo. Tapi faktanya, beliau telah resmi kalah dan telah menerimanya. Selanjutnya, mari kita tetap berdamai, awasi jalannya pemerintahan berikutnya. Semoga para ustaz tidak lelah berakwah dengan damai.  
     



"
"