Stoisisme: Dari Pantheisme Hingga Logika Proposisi


Oleh: Herlianto A, santri STF Al Farabi Malang
Sumber: youtube.com 

Stoa atau Stoisisme berasal dari kata Yunani epoikile Stoa yaitu suatu galeri seni yang dilukis oleh Polignotos dekat pasar Athena. Stoisisme adalah corak pandang etik tentang upaya akal untuk mencapai kebahagiaan utama dalam perjalanan hidup yang sesuai dengan alam. Kaum Stoa menyandarkan ajaran pada kodrat manusia dan alam semesta.1

Risalah Stoa

Pada dasarnya Stoa hampir sezaman dengan Epicurus di Athena. Stoa didirikan oleh Zeno dari Citium (disebut juga Kition). Dia dilahirkan pada 340 SM dan meninggal pada usia 76 tahun. Menurut beberapa literatur tokoh-tokoh lain yang turut membesar Stoa diantaranya Chrysippos. Konon tokoh ini yang banyak memberi penjelasan penting tentang ajaran Stoa baik di bidang logika, fisika, serta etika.

Zeno sendiri lebih terkenal sebagai seorang pedagang kaya yang senang berlayar. Tidak ada karya-karyanya yang dapat dijadikan rujukan untuk dibaca. Penjelasan tengang Zeno banyak di dapat dari seorang penulis sejarah Yunani terkemuka, Diogenes Laertius. Dari situ dapat di ketahui bahwa Zeno sering menekankan bahwa manusia harus mengalahkan dirinya sendiri untuk dapat mengalahkan alam. Caranya adalah dengan apatheia yaitu megontrol dan meniadakan emosi dan hasrat fisik dengan cara meditasi.


Budiono Kusumohamidjojo membagi perkembangan Stoa ini ke dalam tiga tahapan yaitu Stoisisme Pratama, Stoisisme Madya, dan Stoisisme Utama. Pada tahap pertama ini menjelaskan tahapan bagaimana Stoisisme di kembangkan. Termasuk pendekatan pantheisme sudah mulai di bangun di periode ini.

Pada periode kedua, Stoa dikembangkan oleh Panaitios dari Rhodos. Pada tahap ini manusia tidak hanya dinilai memiliki kemampuan rasional tetapi juga kemampuan rohani seperti kemarahan, hasrat berkuasa, hasrat memiliki dst. Sementara pada tahap ketiga, dikembangkan oleh Lucius Annaeus dari Cordoba yang lebih dikenal Seneca. Dalam tahap ini kesadaran manusia dianggap sebagai habitus (kebiasan) baru kemudian aktus (tindakan) yaitu penilaian kongkret tentang baik dan jahat.

Alam dan Tuhan

Menurut metafisika kaum Stoa, Tuhan bekerja dengan alam secara progressif. Walau begitu, proses itu bekerja menurut hukum akal yang kekal dan niscaya. Akibatnya Tuhan dimengerti sebagai logos yang merupakan asal dari segala realitas. Untuk menegaskan cara kerja Tuhan dengan alam semesta kaum Stoa menyusun konsep Pantheisme. Menurutnya Tuhan itu bersatu dengan alam itu melalui dua cara. Pertama, dengan cara formal sebagaimana yang menjadi nyata dalam penyempurnaan aktivitas dan kehidupan. Kedua, dengan cara material yang mengejawantah dalam ketidaksempurnaan, keaneka ragaman, dan perubahan.

Dengan demikian, logos ibarat hawa yang merembes semua materi, dengan begitu memberinya bentuk yang terencana benih dasar. Pandangan ini melihat realitas sebagai pencampuran yang lengkap, dan hampir tidak ada bedanya dengan filsafat Timur yang menilai alam semesta sebagai kesatuan yang tak terpisahkan.Tuhan tidak terpisah dari dunia, ia adalah jiwa dunia. Dan kita memiliki sebagian dari Api Ilahi itu.

Selain itu, kaum Stoa juag menilai alam semesta ini adalah proses penciptaan yang terus menerus. Pada suatu saat alam ini akan memadat dan menegang sedemikian rupa sehingga ia merupakan gumpalan api belaka yang pada waktunya mencapai titik tegang tertinggi. Setelah itu, ia kan memudar dan mengurai dan menjadi alam semesta dengan beberapa titik padat seperti bumi. Proses ini akan mengulang lagi hingga mencapai puncak penciptaan. Lalu mengulang kembali sebagaiman proses awal.

Ajaran Kebahagiaan dan Etika

Karena Stoa menilai segala sesuatu adalah satu kesatuan tak terpisahkan, maka keteraturan dalam ini sebagai takdir. Kebahagiaan itu terletak dalam hidup yang dihidupi sesuai dengan akal sehat. Dengan cara begitu manusia dapat mengidentifikasi diri dengan logos universal, melaluinya manusua dapat mencapai keadaan yang tenteram dan damai. Kehidupan individu adalah baik jika selaras degan alam, untuk itu setiap kehidupan harus sejalan dengan alam. Hidup manusia akan bahagia jika diarahkan pada tujuan-tujuan yang termasuk tujuan alam2.

Sementara etika Stoa adalah mencari dasar-dasar umum untuk bertindak dan hidup yang tepat. Menurut Mohammad Hatta, Stoa menyandarkan standar etiknya ada pada alam sebagai suatu keniscyaan. Sementara tindakan manusia sebagai suatu kebebasan. Untuk itu dua hal ini sering dipertentangkan. Tetapi Stoa tetap menempatkan dominasi alam atas kebebasan manusia. Bahkan manusia jahat sekalipun harus tetap kaidah hukum alam.

Lima Logika Proposisi

Kaum Stoa juga memiliki kriterium tentang kebenaran yaitu logika proposisi. Yang mana melalui ini mereka ingin membentuk semacam hukum atau aturan pernyataan yang benar. Sehingga mereka dapat bebas dari kesesatan dalam berpikir.
  1. Jika P, maka Q. P, maka Q. Jika hujan, maka jalanan basah. Jalanan basah, maka telah hujan
  2. Jika P, maka Q. Tidak Q, maka tidak P. Jika hujan, maka jalanan basah. Jalanan tidak basah maka tidak telah hujan.
  3. Tidak (P dan Q). P, maka tidak Q. Sokrates tidak bisa mati dan sekaligus hidup. Sokrates mati, maka tidak hidup.
  4. P atau Q. P, maka tidak Q. Sekarang ini atau siang atau malam. Sekarang siang, maka bukan malam.
  5. P atau Q. Bukan Q, maka P. Sekarang ini atau siang atau malam. Sekarang bukan siang, maka malam3.
Negara dan Masyarakat Dunia

Kaum Stoa meyakini bahwa orang yang bijaksana haruslah hidup bersosial dengan masyarakat lainnya. Seorang individu dalam tindakannya tetaplah diperuntukkan bagaimana membina masyarakat yang baik. Untuk itu institusi dalam negara mulai yang terkecil seperti keluarga, persahabatan, komunitas, dan paguyuban lainnya harus diutamakan.

Tetapi karena kaum Stoa adalah aliran yang mencoba untuk menunggalkan segala sesuatu dengan alam (pantheisme). Sehingga mereka meyakini dalam suatu masyarakat hendaknya ada satu hukum ideal yang dipatuhi oleh semua warganya4. Selain hukum umum ini juga mestinya hanya ada satu negara dunia. Mereka kemudian mengajarkan politik perdamaian dunia yang disandarkan pada kebijaksanaan warganya.

#filsafatmazhabkepanjen

1 Budiono Kusumohamidjojo. Filsafat Yunani Klasik., hal 285
2 Bertrand Russels. Sejarah Filsafat Barat., hal 347
3 Penjelasan logika proposisi dikutim dari Budiono Kusumohamidjojo.
4 Mohammad Hatta. Alam Pikiran Yunani., 154
"
"