Sosialisme Marx: Dari Utopis Ke Ilmiah

Oleh: Herlianto A, santri STF Al Farabi Malang
 
Sumber: suprijono.blogspot.com

“Orang harus mengajari rakyat menakut-nakuti diri sendiri untuk membuatnya berani”

Rupanya tema sosialisme tetap saja seksi dalam perdebatan dan diskusi-diskusi, meski sebagian pemikir mencoba mencibir bahkan menghina tema ini. Sebagian lagi menilainya utopis lantaran tak mewujud dalam realitas. Namun seiring dengan kritik yang bertubi-tubi, sosialisme semakin nyaman bermetamorfosa dengan segala varian-variannya hingga di abad kontemporer ini.

Jika ditelusuri sejarahnya, sosialisme sebenarnya tidak muda usianya. Pada zaman keemasan Yunani (the miracle of Greece) sudah dapat ditemukan embrio sosialisme. Salah satu pemikirnya yang kondang adalah Plato (428-374 SM), yang dituangkan dalam magnum opus-nya Republik. Sosialisme ala Plato berbeda cukup kontras dengan sosialisme abad pertengahan: ala Saint Simon, Babeuf, Robert Owen, dan Fourier, termasuk berbeda dengan sosialisme ala Marx. Sosialisme Plato mengandaikan terjadi dan berada dalam negara, sementara pasca Plato justru menghapuskan negara.   

Selain itu, etika peripatetik Stoik (4-3 SM) juga mengajarkan bagaimana hidup dalam kebersatuan dengan alam yaitu alam dan tubuh manusia sebagai satu unitas. Tak perlu lagi negara dan tak ada lagi kepemilikan, kehidupan menjadi mendunia dengan prinsip hukum alam. Kehidupan menjadi tanpa strata sosial tertentu. Sosialisme macam ini, meminjam bahasa Frans Magnis Suseno, adalah sosialisme purba. Sekalipun terdapat perbedaan yang cukup mendasar, pada intinya ada satu benang merah yang menyatukan silsilah sosialisme yaitu kehidupan bersama yang lebih baik dengan menghilangkan kepemilikan atau mencapai kesejahteraan umum.

Fakta sejarah pemikiran inilah yang membuat sosialisme never die di jagat pemikiran ini. Tulisan ini mencoba menelusuri perkembangan sosialisme dari utopis abad pertengahan hingga ilmiah ala Marx. Batasan ini karena titik tekannya pada sosialisme versi Marx, sehingga perlu menelusuri keadaan sosialisme sekitar masa Marx. Dengan demikian, oretan ini ingin menjawab bagaimana Marx mengkonsepsi sosialisme ilmiahnya? Serta bagaimana sosialisme ilmiah itu sendiri?

Menakar Sosialisme Utopis

Sosialisme[1] pada dasarnya keyakinan diri bahwa segala bentuk penderitaan dan penindasan dapat dilenyapkan. Penderitaan dalam arti penzaliman atau pembajakan politik dan ekonomi yang mengakibatkan teralienasinya manusia dari hak dan hakekatnya sendiri. Sosialisme menurut Kristeva, berarti suatu masyarakat dimana para pekerja mengelola dan meguasai sepenuhnya alat-alat produksi dan menata ekonomi dan politik secara demokratis[2].

Sosialisme abad pertengahan muncul setelah liberalisasi dan kapitalisasi dunia mencapai puncak penistaannya. Dimana manusia tak lagi punya nilai sebagai manusia, ia tak lebih dari benda mati yang dikomuditaskan dan dieksploitasi sedemikian rupa dengan segala rupa modus operadi-nya oleh segelintir orang yang mengaku pemilik modal. Muncullah disorientasi dan disorganisasi sosial yang meresahkan. Dalam situasi ini memicu keinginan untuk melenyapkan gigantisme kapital tersebut melalui tata sosial baru yang disebut sosialisme.


Beberapa tokoh yang dianggap sebagai pelopor sosialisme ini, di antaranya: F Noel Babeuf (1760-1797), Saint Simon (1760-1825), Robert Owen (1771-1858), Charles Fourier (1772-1837), Louis A Blanqui (1813-1882) dst. Tokoh-tokoh ini pada dasarnya ingin menegakkan kepemilikan bersama sebagai prasyarat kesejahteraan dan sebagai sistem tandingan terhadap kapitalisme yang menistakan manusia. Namun dalam upaya penegakan sosialisme, masing-masing tokoh melalui konsepsi teknis yang berbeda.

Mulai dari cara perlawanan diktator, melibatkan negara, hingga membangkitkan kekuatan kalangan tertindas. Misalnya Babeuf, dalam gejolak revolusi Prancis menyuarakan perang kaum miskin melawan kaum kaya. Bahwa tanah dan bumi mestinya tidak dikuasai secara pribadi, melainkan milik bersama. Pemilikan dan akumulasi kekayaan secara pribadi adalah pencurian atas hak-hak manusia lainnya. Untuk mewujudkan ini, bagi Babeuf perlu perlawanan kekerasan dari kalangan tertindas itu sendiri.

Simon satu konsep dengan Babeuf dalam memahami sosialisme tetapi mewujudkannya bukan melalui perjuangan kelas, tetapi melalui penataan mayarakat dari atas yang ilmiah. Dalam konteks ini melibatkan pengaturan oleh negara dan pemerintah. Sementara Owen, menitikberatkan pada reformasi tatanan industrial, pengupahan, dan sistem keuangan. Pembentukan ulang ini dapat dilakukan dengan memerhatikan kesejahteraan buruh melalui peraturan-peraturan yang ketat sebagaimana kerap diupayakan oleh pemerintah Indonesia belakangan ini. Dengan begitu antara buruh dan borjuis sama-sama diuntungkan[3].

Fourier mencoba mewujudkan sosialismenya melalui pengorganisasian ekonomi dan masyarakat dalam bentuk komunitas-komunitas yang disebut phalansterium. Dalam komunitas ini masyarakat hidup secara agraris dan mandiri serta memproduksi segala kebutuhan mereka sendiri. Perumusan dasar-dasar sosialisme ini, menurut Marx, tidak didasarkan pada kondisi objektif masyarakat, sehingga disebut sosialisme ilmiah.

Sosialisme Ilmiah

Yang membedakan sosialisme Marx dengan sosialisme lainnya adalah bahwa Marx menyusun gagasannya berdasarkan pada syarat-syarat objektif perkembangan masyarakat. Sehingga ia menamakan sosialismenya ilmiah. Syarat objektif ini mengacu pada dua hal, yaitu kekuatan-kekuatan produksi (forces of production) dan relasi-relasi produksi (relation of production).

Kekuatan produksi mencakup orang yang bekerja, alat produksi, dan bahan yang digunakan. Intinya relasi manusia dengan alam. Sementara relasi produksi kaitannya dengan segala segi kehidupan manusia yang ada hubungannya dengan proses produksi termasuk dengan lembaga sosial. Diantaranya campur tangan kaum borjuis yang membuat mereka menderita[4]. Dua poin tersebut selanjutnya, dalam struktur determinisme ekonomi Marx, disebut basis yang mempengaruhi superstruktur.

Menurut Marx, dua hal itu menjadi faktor objektif dari setiap perkembangan masyarakat. Dalam Ideologi Jerman, dia membagi lima perkembangan masyarakat, yaitu: 1) komunal primitif, masyarakat bersifat pemilikian kesukuan, 2) masyarakat perbudakan, munculnya hak milik pribadi, 3) masyarakat feodal, penguasaan atas tanah, 4) masyarakat borjuis, munculnya kaum kapital dan buruh yang dipekerjakan, dan 5) masyarakat sosialis yaitu masyarakat tanpa kelas. Dari setiap lompatan perkembangan tahapan masyarakat ini semuanya didasari atas kondisi objektifnya: kekuatan produksi dan relasi produksi. Temuan ini selanjutnya diistilahkan “Materialisme Historis.” Jadi faktor perkembangan masyarakat bukanlah sesuatu yang mengawang di langit metafisika begitu saja. Melainkan sesuatu yang empiris-objektif dalam kehidupan masyarakat.

Premis dari konsep sejarah kami adalah individu-individu nyata, aktivitas mereka dan kondisi material dari kehidupan mereka, entah yang sudah ada di hadapan mereka ataupun yang diproduksi oleh aktivitas mereka. Premis-premis ini bisa diuji secara empiris.[5]

Selanjutnya, menurut Marx, antara satu tahapan sejarah bukanlah sesuatu yang terpisah, melainkan memiliki keterkaitan yang erat. Bahkan perkembangan sejarah yang lebih dulu menentukan terhadap perkembangan yang selajutnya.“Sejarah hanyalah pergantian dari generasi yang berbeda, setiap generasi menggunakan materi, dana kapital, sumberdaya produksi yang diwariskan sebelumnya.

Sehingga sejarah selanjutnya dibuat sebagai tujuan dari sejarah sebelumnya.” Ketersambungan sejarah ini menjadi penting untuk menjelaskan bagaiamana masyarakat sosialis yang saat ini masih belum terwujud. Sekalipun tak sedikit negara yang telah mengklaim diri sosialis tetapi sebenarnya tidak sepenuhnya tepat dengan apa yang dinubuatkan  Marx. Kegamangan ini yang membuat kalangan Marxian sendiri saling melontarkan kritik revisionis satu sama lain.    

Masyarakat Sosialis

Bagaimana masyarakat sosialis itu sendiri? Benarkah yang diwujudkan Lenin (Uni Soviet), Mao (Tiongkok), Fidel Castro (Kuba), atau bahkan yang direncanakan oleh DN Aidit di Indonesia merupakan realitas sosialisme ala Marx? Atau setidaknya sejalan dengan kerangka Marx? Jika memang benar, berarti sosialisme tak usah dibicarakan lagi. Karena sosialisme atas tafsir tokoh-tokoh tersebut sudah collapse. Hampir tak ada yang tersisa, sekalipun masih ada, wujudnya kepingan-kepingan yang tak lama lagi juga akan menemui ajalnya.

Lalu bagaimana sosialisme digambarkan Marx? Marx banyak menjelaskan sosialisme dalam Jerman Ideologi, Manifesto Komunis, Das Kapital dan Naskah-Naskah Ekonomi dan Filsafat 1844. Sebenarnya sulit rasanya menjelaskan masyarakat yang seutuhnya sosialis, lantaran tak ada satupun di antara kita yang sudah mendahului hidup di zaman tersebut. Tetapi Marx menjelakan material-material yang mendasari kemungkinan lahirnya masyarakat sosialis. Meraba masyarakat sosialis, perlu mengkaji bagaimana sejarah masyarakat borjuis.

Marx membeber begitu detail bagaimana praktek kehidupan masyarakat borjuis ini dalam Das Kapital. Tentu tidak mudah menghadirkan analisa ekonomi buku setebal tiga jilid itu dalam paper sederhana ini. Namun pada dasarnya, Marx menjelaskan eksploitasi proletar oleh borjuis. Proletar sebagai kelas yang ditindas dan borjuis sebagai penindas. Ini kemudian disebut pertentangan kelas, yang hendak dihapus dalam masyarakat sosialis, yang terjadi di dalam relasi produksi objektif. Dalam konteks sejarah, pertentangan kelas bukan sesuatu yang baru, sudah menyejarah sama tuanya dengan kehidupan itu sendiri. Abstraksi ini kemudian disebut “Materialisme Dialektis.”[6]

Melalui materialisme dialektis, Marx menganalisa masyarakat borjuis yang berujung sosialisme. Bahwa kapitalis pada dirinya mengandung kontradiksi internal. Kontradiksi ini dapat dilihat dari watak kapitalisme itu sendiri yang ekspansif dan saling melemahkan satu sama lain. Produksi kecil gulung tikar akibat bentangan sebaran out put produksi besar-besaran yang kian gencar melalui free trade (pasa bebas). Disisi lain:

Borjuis tidak dapat hidup tanpa senantiasa merevolusionerkan perkakas-perkakasn produksi dan karenanya merevolusionerkan hubungan produksi, dan dengan itu semua merevolusionerkan segenap hubungan dalam masyarakat.[7]

Konsekuensinya, selain over produksi juga memicu pertambahan jumlah proletar yang disebabkan efiensi tenaga kerja yang ketat karena diganti dengan tenaga mesin. Pertumbuhan jumlah proletar ini berpotensi pada dialektika selanjutnya yaitu kuantitas ke kualitas, yaitu bahwa massa proletar seantero dunia akan bersatu berkat kesamaan nasib dan rasa seperjuangan dan akan merebut basis produksi beserta alat-alatnya.

Perebutan ini disebut diktator proletariat. Yang mana proletar kemudian menata sendiri ekonomi dan politiknya berdasarkan prinsip demokratis dan tanpa kepemilikan pribadi. Inilah masyarakat sosialis yang dicita-citakan Marx. Jadi sosialisme mensyaratkan kematangan kapitalis dan hanya terjadi pada negara yang kapitalisme sangat maju. Dari analisa ini tentu yang dilakukan Lenin dan beberapa tokoh lainnya adalah ketergesaan belaka.

Tugas Proletariat

Proletariat menempati posisi istimewa dalam proses revolusi sosialis. Marx menyatakan bahwa “dari semua kelas yang sekarang berdiri berhadap-hadapan dengan borjuasi, hanya proletariatlah satu-satunya kelas yang betul-betul revolusioner. Kelas lain (tuan pabrik kecil, tuan toko, kelas tengah rendahan) melapuk dan akhirnya lenyap ditelan industri besar.”[8] Hal ini karena kaum tersebut, hanya berupaya menyelamatkan diri dari kemusnahan. Mereka justru berupaya untuk kembali memutar sejarah, sehingga sikapnya konservatif dan bahkan reaksioner.

Untuk itu, tugas revolusi disandangkan pada kaum proletar. Penyematan tugas suci itu berkait erat dengan potensi kekuatan kuantitas dan kenyataan bahwa proletar berada dalam kungkungan dan penindasan. Sehingga memungkinkan proletar menyadari kondisinya yang tertindas dan segera bangkit.

Kaum proletar tidak dapat menjadi tuan atas tenaga-tenaga produktif dalam masyarakat, kecuali dengan menghapuskan cara pemilikan mereka sendiri yang terdahulu atas tenaga-tenaga produktif, dan dengan begitu juga menghapuskan segala cara pemilikan lain yang terdahulu. Mereka tidak mempunyai sesuatu pun yang harus dilindungi dan dipertahankan, tugas mereka ialah menghancurkan segala perlindungan dan jaminan yang terdahulu atas milik perseorangan[9].

Marx juga menegaskan bahwa sudah menjadi takdir sejarah bahwa mula-mula perjuagan dilakukan oleh orang-seorang dari kalangan proletar, kemudian buruh-buruh di suatu pabrik, lalu oleh buruh-buruh dalam suatu perusahaan, buruh suatu negara hingga buruh secara internasional. Untuk itu bersatunya buruh menjadi kunci revolusi sosialisme, hingga diakhir Manifesto Komunis Marx  tegas menyatakan KAUM BURUH BERSATULAH! Dengan demikian sosialisme terwujud bukan karena kapitalisme jahat, melainkan karena masyarakat memiliki syarat objektifnya untuk penghapusan hak milik pribadi.

Kiritik Atas Sosialisme Marx
           

Belum terwujud sosialis, tampaknya kritik atasnya sudah bertubi-tubi. Diantaranya: bahwa penghapusan kepemilikan pribadi menimbulkan kekerasan perampasan dan kemalasan umum sehingga berhentilah semua pekerjaan. Dengan begitu tata kehidupan tidak akan berjalan. Marx menjawab jika bersandar pada argumen ini mestinya dari dulu borjuis sudah lenyap karena mereka adalah pemalas. Tidak bekerja tetapi mendapat sesuatu. Hidup mewah dengan memeras keringat kaum buruh.

Bahwa penghapusan milik pribadi apakah berarti juga penghapusan hak atas istri. Sehingga akan lahir satu istri untuk semua. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? menurut Marx bukankah selama ini para kapitalis kaya telah melakukan praktek kepemilikan bersama atas satu perempuan, sebagaimana terjadi melalui praktek-praktek prostitusi.

Kemudian, pendasaran filsafat Marx atas segala yang material juga dikritik sebagai anti agama dan metafisika. Kritik Marx atas agama adalah konsekuensi dari realitas bahwa agama digunakan untuk membelenggu sehingga manusia (proletar) atas nama Tuhan tidak melawan. Untuk itu, Marx menantang agar agama beranjak dan dijadikan senjata revolusi jika memang begitu. Konsepsi filsafat ilmiah Marx mengingkari yang metafisis?

Menjawab ini, Analisa Dede Mulyanto menarik dihadirkan, bahwa adalah fakta tak ada dalam ruang-ruang akademis yang menyandarkan pada sesuatu yang metafisis. Belum ada seorang guru besar meneliti “Pengaruh Intensitas Kunjungan Setan Terhadap Meningkatnya Prostitusi di Doly,” atau “Intervensi Malaikat Dalam Turun-Naiknya Rupiah terhadap Dolar.” Dengan demikian, filsafat ilmiah Marx bukanlah sesuatu yang doktrinal melainkan kerangka yang selalu terbuka untuk dikritisi dan dikembangkan secara ilmiah pula.              


#filsafatmazhabkepanjen


[1] Kata sosialisme muncul di Prancis pada tahun 1830 termasuk komunisme. Semula artinya sama, tetapi komunisme cenderung diatributkan pada sosialis radikal. Keduanya sama-sama menuntut penghapusan total hak milik pribadi serta mengharapkan kesamaan hidup tanpa melalui negara. Marx dan Angel awalnya menggunakan kata komunis tetapi selanjutnya lebih banyak menggunakan sosialisme. (Suseno: 1999, 19)
[2] Nur Sayyid Santoso Kristeva. Sejarah Ideologi Dunia: Kapitalisme, Sosialisme, Komunisme, Fasisme, Anarkisme, Anarkisme-Marxisme, Konservatisme. Jogjakarta. 2012., hal 26
[3] Frans Magnis Suseno. Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis Ke Perselisihan Revisionisme. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 1999., hal 25
[4] Andi Muawiya Ramly. Peta Pemikiran Karl Marx: Materialisme Dialektis dan Materialisme Historis. Jogjakarta: LkiS. 2009., hal 139-142
[5] Karl Marx & Frederick Engels. Ideologi Jerman. Jogjakarta: Pustaka Nusantara.2013., hal 10
[6] Materialisme dialektis dalam arti marxisme memiliki tiga pemahaman: negasi atas negasi, kontradiksi internal dan perubahan dari kuantitas ke kulaitas.
[7]Karl Marx & Friedrich Engel. Manifesto Partai Komunis. Jogjakarta: Cakrawangsa. 2014., hal 39
[8] Manifesto Partai Komunis., hal 49
[9] Manifesto Partai Komunis., hal 50

Post a Comment

0 Comments